Tiga terdakwa kasus pembangunan Pasar Baqa di Kecamatan Samarinda Seberang, kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Kamis (18/6) kemarin siang. Ketiganya divonis bersalah.
TERDAKWA atas nama Miftahul Khoir, Said Syahruzzaman dan Sulaiman Sade didudukan bersama-sama. Sebagai pesakitan. Melalui sambungan virtual di dalam sidang dengan agenda bacaan putusan dari Majelis Hakim yang dipimpin Lucius Sunarta bersama Rustam dan Anggraeni.
Dalam persidangan, Lucius Sunarta mengawali pembacaan amar putusan terhadap terdakwa Miftahul Khoir selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) pembangunan Pasar Baqa. Miftahul dinyatakan terbukti dan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi secara berjamaah dengan kedua terdakwa lainnya.
“Dengan ini majelis hakim mengadili terdakwa Miftahul Choir, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan,” ucap pimpinan majelis hakim, Lucius.
Miftahul dijatuhi pidana hukuman kurungan penjara selama 6 tahun dengan denda sebesar Rp 200 juta. “Dengan catatan, apabila tidak dapat membayar maka diganti hukuman kurungan selama satu bulan,” imbuhnya.
Majelis hakim turut memberikan hukuman berat kepada Miftahul, yakni membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp 116 juta. Apabila terdakwa tidak dapat membayar UP, dalam tenggat waktu satu bulan usai putusan pengadilan. Maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang sebagi pengganti.
“Apabila tidak memiliki harta benda, maka terdakwa diganti dengan hukuman penjara selama satu tahun,” sambungnya.
Selanjutnya, pimpinan majelis hakim membacakan amar putusan terdakwa Said Syahruzzaman yang juga berperan sebagai PPTK pembangunan Pasar Baqa.
Dalam proses peradilan, Said secara terbukti memberikan sejumlah uang kepada pengguna anggaran pembangunan Pasar Baqa, yakni Sulaiman Sade, yang kala itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pasar Kota Samarinda. Sade telah mendapatkan beberapa persen uang dari nilai proyek pengerjaan.
“Keterangan terdakwa, tanpa ada tekanan dan ancaman dari pemeriksa atau jaksa penyidik,” ungkap Lucius.
Di dalam korupsi berjamaah itu, Said mengaku telah mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4,9 miliar. Dari keterangan tersebut, Said memberikan uang kepada Sulaiman Sade dengan total Rp 1,1 miliar dan Choir Rp 116 juta. Dari laporan BPK, terdapat kerugian negara sebesar Rp 5,4 miliar,”
“Mengadili dan menyatakan saudara Said telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ucap Lucius, membacakan Amar putusan.
Atas perbuatannya, Said dijatuhi hukuman pidana selama 9 tahun kurungan penjara dan denda Rp 500 juta. Apabila terdakwa tak membayar, maka hukuman diganti dengan pidana kurungan penjara selama 3 bulan.
Hukuman berat yang dijatuhkan majelis Hakim terhadap terdakwa, yakni membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 3,7 miliar. Jika terdakwa tidak dapat membayar UP salama satu bulan usai putusan yang diberikan pengadilan. Maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang.
“Apabila terdakwa tidak memiliki harta benda atau tidak menyanggupi uang pengganti, hukuman diganti dengan kurungan penjara selama 3 tahun,” kata Lucius.
Terakhir, Lucius membacakan amar putusan terdakwa Sulaiman Sade, aparatur sipil negara (ASN) Pemkot Samarinda yang berperan sebagai pejabat pengguna anggaran.
Mantan Kepala Dinas Pasar Kota Samarinda itu, dikatakan sebagai aktor intelektual dalam rasuah senilai Rp 18 miliar. Atas perbuatannya ia dijatuhi hukuman oleh majelis hakim dengan delapan tahun kurungan penjara.
“Mengadili terdakwa saudara Sulaiman Sade, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaannya. Dengan ini, menjatuhkan pidana kurungan penjara selama 8 tahun dan denda Rp 500 juta. Apabila tidak mampu membayar maka hukuman diganti dengan hukuman kurungan selama 3 bulan,” ucap Lucius.
Hukuman berat yang diberikan majelis hakim kepada Sade, yakni dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,1 miliar. Jika terdakwa tidak membayar UP, maka hukuman diganti dengan kurungan selama 2 tahun.
Usai membacakan putusan Majelis Hakim, Lucius menyerahkan tiga pilihan terakhir kepada tiga terdakwa untuk menerima, pikir-pikir atau banding.
“Misalnya melakukan banding, silahkan dikonsultasikan dengan kuasa hukum atau bisa dengan keluarga. Diputuskanlah secara matang, karena kalau banding sifatnya hanya spekulasi. Bisa saja bebas, bisa sesuai putusan PN atau putusan bisa lebih tinggi. Sekira itu rambu-rambunya,” jelas Lucius.
Usai Hakim menjelaskan tiga pilihan tersebut, pihak penasihat hukum ketiga terdakwa memilih mempergunakan waktu pikir-pikir selama tujuh hari. Serupa pilihan yang diambil oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pidsus Kejari Samarinda, yang dihadiri Indah Sari dan Sri Rukmini untuk memilih pikir-pikir.
“Baik, jadi dengan demikian, agenda pembacaan putusan ini maka kami nyatakan selesai secara keseluruhan. Sidang kami tutup,” imbuh Lucius, sembari mengetuk palu menandakan sidang perkara kasus Pasar Baqa ditutup.
Sementara itu, ditemui usai persidangan, JPU Indah sari mengaku mengambil pilihan pikir-pikir agar dapat memberikan laporan dahulu ke pimpinan di Kejari Samarinda. “Kalau putusan majelis hakim sudah sama dengan tuntutan kami,” singkatnya.
Diketahui sebelumnya, Korps Adhyaksa Kota Tepian, mengajukan besaran tuntutan kepada ketiga terdakwa kasus pembangunan Pasar Baqa di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda.
Sulaiman Sade, yang disebut sebagi aktor intelektual dalam rasuah senilai Rp 18 miliar itu, dituntut delapan tahun kurungan penjara. Lantaran pembangunan Pasar Baqa yang dikerjakan bertahap itu, jelas dimanipulasi jauh sebelum pekerjaan ditangani oleh rekanannya.
Hal itu jelas tersirat ketika perencanaan jasa konsultasi gedung pasar yang menggunakan APBD perubahan 2014 sebesar Rp 400 juta, namun tak sesuai kualifikasi. Bahkan, dua saksi yang dihadirkan ke persidangan, yakni Ibrahim dan Sumaryadi sama sekali tak mengetahui surat penunjukkan dirinya.
Mereka hanya diminta untuk membantu Said Syahruzzaman, rekanan yang nantinya mengerjakan pembangunan gedung pasar di Jalan Sultan Hasanuddin, Samarinda Seberang itu. Tiga kali proses lelang, pada APBD Perubahan 2014, APBD 2015, dan APBD Perubahan 2015 seperti dimanipulasi.
Meski tiga perusahaan berbeda memenangi tiga kali lelang, namun dalam persidangan terungkap bahwa semua pekerjaan ditangani terdakwa Said dengan meminjam tiga bendera perusahaan tersebut.
Bahkan terdakwa Sulaiman Sade, Said Syahruzzaman, dan Miftahul Khoir selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) turut memanipulasi kegiatan di lapangan. Yang seolah sudah 100 persen dan menjalankan serah terima barang dari rekanannya ke pemerintah.
Selain tuntutan selama delapan tahun pidana penjara, JPU membebani Sulaiman Sade denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan pidana kurungan. Bahkan ada uang pengganti yang turut diajukan sebesar Rp 1,1 miliar subsider tiga tahun pidana penjara.
Terdakwa Miftahul Khoir dijatuhi tuntutan selama tujuh tahun pidana penjara, denda Rp 500 juta subsider tiga bulan pidana kurungan serta uang pengganti Rp 116 juta subsider 3 tahun.
Penerapan uang pengganti kedua terdakwa itu diberikan karena adanya fee untuk keduanya yang membantu Said Syahruzzaman. Hal itu tertuang dalam kesaksiannya terdakwa Said jika terdapat fee sebesar 8 persen untuk Sade, dan 1 persen untuk PPTK.
Perbuatan terdakwa Said yang mencabut keterangannya ketika pemeriksaan terdakwa membuat dirinya mendapat tuntutan paling tinggi dari dua pelaku sebelumnya, yakni sembilan tahun pidana penjara dengan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan pidana kurungan.
Untuk uang pengganti kerugian negara yang dibebankan sebesar Rp 3,73 miliar subsider tiga bulan pidana penjara. Seluruh uang pengganti yang dibebankan itu didasari dari pemeriksaan BPK RI, proyek tiga tahap senilai Rp 18 miliar itu membuat Pemkot Samarinda merugi Rp 5 miliar. (aaa/dah)