Nomorsatukaltim.com – Dulu, Balikpapan tersohor dengan kebersihan dan kenyamanan kotanya. Jalanananya mulus, lalu lintas lancar, jalan-jalan bersih membuat pendatang jatuh cinta pada kota ini. Tapi, itu dulu.
Kini, pelbagai proyek fisik dikebut. Berbarengan. Dari proyek strategis nasional seperti pemasangan jargas sampai proyek ambisius penanganan banjir. Yang menjadi proyek andalan Wali Kota Balikpapan.
Namun, proyek-proyek itu seakan digarap serampangan. Jalan raya digali, tapi hanya ditambal seadanya. Jalan raya tampak kotor, bopeng-bopeng, tidak rata. Beberapa masih berlubang.
Di titik lain, sisa tanah menempel aspal. Membuat licin saat hujan mengguyur. Yang tentu membahayakan pengendara. Mengancam nyawa warga.
Yang paling disorot warga proyek DAS Ampal. Tak hanya lambat dikerjakan, tapi juga berdampak kerusakan. Dari jalan lingkungan sampai pemukiman. Bahkan kontraktornya berkali-kali ingkar janji.
Kondisi lebih parah tampak di kawasan MT Haryono. Tak hanya turunan yang kian curam, tapi desiran debu mengepul di udara, menjadi salah satu dari banyak kritik publik terhadap proyek penanganan banjir Daerah Aliran Sungai Ampal.
Mega proyek senilai Rp 136 miliar yang dikerjakan PT Fahreza Duta Perkasa, membuat warga sekitar dan pengendara yang melintas ramai-ramai mengeluh soal debu.
Dari pantauan media ini, pukul 7 pagi tadi, udara sekitar lampu merah simpang Beller menuju lampu merah simpang BDS cukup pekat. Debu bertebaran di udara.
Deru debu yang membumbung imbas dari aktivitas PT Fahreza mengeruk tanah dengan alat beratnya.
Imbas dari tanah yang berserak dan bertumpuk melapisi jalan raya.
Kata warga sekitar, pekerja Fahreza tak pernah menyiram sisa tanah itu sampai akhirnya menumpuk. Beterbangan saat roda kendaraan menggilas jalan.
“Harusnya pas malam, pas sepi, ada aktivitas penyiraman, jadi tumpukan debu itu bisa dibersihkan sama pekerja,” ujarnya.
Surya, salah satu pengendara yang sering melintas mengaku, harus menahan napas untuk menerobos jalan MT Haryono. Jika sudah tak kuat, ia menyumpal hidungnya dengan baju yang dipakainya.
Ia mengeluh, saat melewati simpang lampu merah Beller hingga lampu merah BDS, pandangannya dipenuhi debu.
Selain berdebu, kata Surya, berkendara sepanjang lokasi proyek pengerukan bikin macet. Karena jalan yang tak begitu lebar harus dibagi dengan alat berat dan tumpukan material punya PT Fahreza.
“Sepanjang jalan MT Haryono banyak proyek peningkatan jalan, tapi PT Fahreza gak ada peningkatan. Kita merasakan debu dan macet setiap hari,” katanya.
Jika mengamati sepanjang jalan MT Haryono, dimulai dari simpang lampu merah Balikpapan Permai sampai menuju kawasan global sport. Banyak aktivitas proyek peningkatan jalan dari kontraktor yang berbeda.
Semisal, peninggian jalan MT Haryono dekat simpang BJBJ, ada aktivitas urugan tanah dan peningkatan beton. Namun kritik warga soal macet dan debu cepat mereda karena progres pekerjaan berjalan dengan baik, kemajuan pekerjaannya terlihat perubahannya.
Begitu juga kawasan MT Haryono depan Hotel Maxone. Warga juga pernah mengeluh debu karena ada pekerjaan hampar tanah aggregat. Namun, berselang beberapa hari, jalan itu sudah mulus diaspal.
Perbandingan ini bisa jadi contoh, bisa jadi tolak ukur. Mengapa hujatan media sosial melulu ditujukan kepada PT Fahreza, kontraktor pelaksana proyek DAS Ampal.
Karena warga merasakan langsung dampaknya. Terlebih di kawasan MT Haryono, salah satu titik proyek yang digarap PT Fahreza ibarat menghasilkan pabrik debu.
Dibiarkan Pemerintah Balikpapan
Kawasan MT Haryono, yang awalnya mulus, rapi, aman, kini jadi berantakan. Berdebu, kecuraman jalan kian membahayakan, sedikit hujan air malah cepat tergenang. Belum lagi material-material besar yang terserak di jalanan.
Kemacetan panjang juga kerap ditemukan.
Warga Balikpapan sudah ekstra sabar. Dari penutupan jalan yang lama, kerusakan jalan lingkungan, sampai debu dan medan yang kian membahayakan. Tapi yang diperoleh warga justru saling lempar kesalahan antara PT Fahreza dan dinas terkait.
Sampai-sampai Yoda Karya sebagai Konsultan Pengawas proyek DAS Ampal ini, justru ikut blingsatan dengan ulah kontraktor. Tanpa tedeng aling-aling, mengungkap pada media, jika PT Fahreza bekerja seperti mafia.
Hal itu diungkapkan langsung Tenaga Ahli MK Yoda Karya, Siti Fatimah, pada media ini.
Ia menumpahkan kekesalannya pada PT Fahreza. Kontraktor DAS Ampal dinilai bandel. Tak mau mendengarkan saran konsultan dan dinas PU. Bekerja semaunya. Tak heran, ia menganalogikannya seperti mafia.
Siti, orang baru di pengawasan proyek ini. Orang ketiga. Dua orang sebelumnya sudah lempar handuk. Tak kuat dengan ulah PT Fahreza. Siti sampai menyebut kekesalannya sudah membuncah.
Menurutnya PT Fahreza membongkar sejumlah titik tanpa kordinasi. Sedangkan arahan dari konsultan dan dinas PU, diabaikan. Siti juga mengilustrasikan, jika diukur level darah tingginya menghadapi kontraktor ini, dari level 1-10, gradenya ada di level 9.
“Darah tinggi terus menghadapi PT Fahreza,” ungkap Siti. Yang lebih konyol, perusahaan ini tetap santai. Bahkan melobi Wali Kota Rahmad Mas’ud untuk meminta waktu lagi. Mau tak mau karena titah penguasa, MK tak bisa berbuat apa-apa.
Padahal, sejak Desember 2022, Parlemen Balikpapan telah merekomendasikan pemutusan kontrak. Tapi Pemerintah Balikpapan bergeming.
Ini adalah sejarah baru di kota Balikpapan. Rekomendasi Parlemen diabaikan. Kontraktor yang telah dilaporkan ke Polda Kaltim bahkan KPK, tetap dipertahankan. Keluhan demi keluhan warga dan pengusaha dibiarkan.
Sampai kapan? (*)
Reporter: Adhi Suhardi