Nomorsatukaltim.com – Kemenkes akhirnya angkat bicara ihwal program pemerintah pusat yang memberi obat cacing Albendazole untuk anak SD. Program ini sempat memantik kontroversi.
Meski diklaim telah melewati pertimbangan dan rekomendasi para ahli, tapi orang tua siswa menilai obat cacing Albendazole dianggap beresiko. Sebab ada kode merah yang berarti masuk kategori obat keras dan perlu mendapat rekomendasi dan resep dokter.
Salah satunya warga Balikpapan Tengah, Hartono, yang mempertanyakan keamanan obat tersebut. Ia heran anaknya di sekolah negeri diberi obat saban tahun.
“Lama-lama saya mikir kok tiap tahun dikasih obat cacing. Padahal anak saya sehat. Kita aja gak mau kalau sehat dikasih obat, tapi anak-anak SD dikasih obat terus. Apa gak bahaya?” tanyanya, pada Kamis (10/8/2023).
Ia menilai pemberian obat itu dinilai janggal. Sebab, logikanya orang sehat tidak butuh obat. “Tapi anak-anak SD dicekoki obat sama tiap tahunnya. Kan aneh,” katanya.

Saat dijelaskan pemberian obat itu sebagai program pemerintah pusat, Hartono tidak sepakat. Ia menilai program itu sia-sia. Bahkan hanya akal-akalan pengadaan proyek.
“Kalau mau bikin program itu yang jelas. Beri anak-anak gizi dan nutrisi. Susu, buah, sayur, atau vitamin. Anak sehat kok dikasih obat cacing. Ini proyek doang, akal-akalan,” ketusnya.
Menanggapi kontroversi tersebut, Kepala Biro Komunikasi Kementrian Kesehatan, dr Siti Nadia menampik risiko bahaya obat tersebut. Obat cacing Albendazole dinilainya aman untuk kesehatan anak.
Albendazole telah mendapat masukan dari para ahli, masuk dalam kategori obat yang memiliki khasiat luas atau spektrum luas untuk membunuh berbagai jenis cacing.
Pemberian Obat Pencegahan Secara Massal (POPM) cacingan melalui Albendazole, dapat membunuh cacing dan sel telur yang ada ditubuh manusia.
“Ini juga sudah ada studi terkait keamanannya. Tidak masalah, obat ini akan keluar melalui BAB dan juga air seni,” kata dr. Siti Nadia, saat dihubungi media ini, Kamis (10/8/2023).
Ia menjelaskan, mengenai kode merah yang tergolong sebagai obat keras, tentu harus melalui resep dokter. Tidak bisa digunakan oleh orang awam dan tidak dapat dibeli secara langsung.
“Kalau untuk POPM ini, tentunya pemberiannya diberikan oleh tenaga kesehatan dan dimonitor kalau ada efek samping, juga sudh dijelaskan untuk segera ke faskes dan dimonitor oleh petugas,” imbuhnya.
dr. Siti Nadia menginformasikan, gejala cacingan pada anak-anak kadang tak terlihat. Namun, setelah diperiksa telur cacing ada ditubuh anak cukup banyak.
“Ada daerah yang prevalensi kecacingan tinggi, umumnya memang sering tidak ada gejala, tapi kalau diperiksa pada feses itu telur cacing cukup banyak,” terangnya.
Program pemerintah pusat dalam menangani penyakit cacing sudah berjalan sejak tahun 2018. Akan dievaluasi setelah melalui 5 tahun. Dengan pemberian POPM minimal 75 persen dari 75 persen populasi yang ada.
“POPM minimal 75 persen pemberian. Jadi cakupan pemberian obat itu minimal harus 75 persen dari populasi yang ada.
Diberikan selama 5 tahun berturut-turut baru kita survey, dan bisa dievaluasi untuk dinyatakan bebas cacingan,” tandasnya. (*/ Adhi/ rap)