Nomorsatukaltim.com – Proyek ambisius penanganan banjir, yang digadang-gadang sebagai salah satu program andalan Wali Kota Balikpapan, menuai banyak keluhan.
Andi, salah satu pengendara yang mengaku tiap hari selalu melewati jalan MT Haryono, sepertinya harus lebih menambah kesabarannya.
Setidaknya sampai empat bulan ke depan.
Saat proyek Daerah Aliran Sungai (DAS) Ampal yang sehari-hari dilaluinya selesai masa kerjanya. Meskipun ia juga tak yakin, Desember nanti benar-benar rampung dan layak dilalui.
Andi punya rutinitas antar jemput anaknya sekolah. Pagi dan siang lalu lalang MT Haryono. Rute lintasannya BDS Ke Jalan Beller, mengantar anaknya bersekolah di salah satu SD Negeri Balikpapan.
Ia sering kesal sambil menggerutu. Melewati jalur yang sedang dikerjakan PT Fahreza Duta Perkasa itu bikin debu masuk ke paru-paru, jalanan macet, ditambah material kontraktor seenaknya menutupi lebih separuh jalan.
Macet, menerobos debu adalah menu sehari-hari bagi Andi dan anaknya. Sedangkan pekerjaan di lapangan tak banyak berubah. Amburadul dan bikin pengendara tak nyaman.
“Kalau ada perkembangan kita bisa terus sabar. Namanya juga sedang dikerjakan. Tapi ini begitu-begitu aja,” ketusnya kesal, Selasa (22/8/2023).
“Materialnya numpuk ndak karuan, gali sana gali sini tapi gak dipasang-pasang beton paritnya. Kasian anak saya hisap debu hari-hari,” imbuhnya.
Ia pun khawatir debu jalanan akibat proyek garapan PT Fahreza bisa menganggu kesehatan anaknya.
“Untuk kita yang dewasa aja, hirup debu tiap hari bisa ganggu kesehatan. Apalagi bagi anak-anak. Debu dalam bentuk partikel atau materi partikulat kan bisa masuk ke saluran napas lebih dalam, seperti bronkus atau paru-paru. Bahkan bisa menyerap ke dalam aliran darah. Ini jelas membahayakan warga,” keluhnya.
Hal yang sama juga dirasakan Nia, Leader Toko Andalas. Diakuinya, pembangunan DAS Ampal bikin pengunjung enggan datang. Alhasil targetnya jadi menurun lebih dari 50 persen.
Material dan alat berat PT Fahreza menghadang depan toko, buat calon pembeli susah singgah. Apalagi kendaraan macet dan debu dimana-mana, susah akses masuk karena alat berat sering parkir depan Andalas.
Selain menurunkan omset pendapatan, karyawan punya rutinitas baru, membersihkan debu-debu yang menempel di kaca toko. Bahkan debu masuk ke toko Andalas. Buat pelanggan yang sudah sedikit jadi tambah tidak nyaman.
“Tiga kali sehari kami lap kaca karena berdebu, polusi udara. Dampaknya juga PDAM mati karena pipa pecah kena alat berat PT Fahreza,” katanya.
Nia juga menyebut, PT Fahreza memotong akses satu-satunya warga samping gang toko Andalas. Warga terisolasi dan kendaraan warga jadi parkir depan toko Andalas.
Lewat media ini, karyawan Andalas hanya bisa mengimbau agar calon pembeli sebaiknya menggunakan masker. Selain itu jika ingin ke toko mereka, langsung diarahkan ke Andalas All Black sebelah roti tiam.
“Dampaknya pipa PDAM mati, polusi udara, penjualan turun drastis, pengunjung susah karena jalanan sempit,” kata Nia.
Keluhan juga datang dari pedagang Mie Jogja Pak Karso. Dagangannya sepi karena tempat jualannya konsep terbuka. Debu bertebaran tercampur ke hidangan. Pengunjung malas datang karena makanan jadi tidak bersih karena polusi udara.
“Biasanya akhir pekan ramai, ini berkurang lebih separuh, makanan jadi tidak higienis karena banyak debu,” ujarnya.
Saat media ini mengamati situasi proyek DAS Ampal, didapati banyak galian menganga dan cukup lebar. Adapun material Parit Beton atau Uditch Beton hanya bertumpuk dan tidak terpasang.
Pekerja di lapangan juga tak sampai sepuluh orang, mereka sesekali melakukan pengecekan galian. Polusi udara karena Debu yang bertebaran juga tak diminimalisir.
Biasanya, proyek yang memberi dampak bagi pengguna jalan berdebu, dilakukan penyiraman berkala agar debu berkurang. Hal itu tidak dilakukan PT Fahreza.
Saat dikonfirmasi, Project Manager PT Fahreza Duta Perkasa, Arif, belum bisa dihubungi. Saat ditelpon tidak aktif, begitu pun ketika dikirimi pesan elektronik, Whatsapp nya centang satu. Serupa dengan Dirut perusahaan ini, Cahyadi, yang juga sulit dikonfirmasi. (*)
Reporter: Adhi Suhardi