Kelak ketika menjadi tua, kita tak akan mampu melawan satu hal ini; menjengkelkan. Dalam kondisi sakit, statusnya meningkat menjadi menjengkelkan dan merepotkan. Bu Trimah telah memasuki fase itu. Dia jadi menyebalkan, ‘dibuang’ anaknya, dan kini rindu pulang.
BU Trimah kini berusia 69 tahun. Tergolong sangat senja untuk orang Indonesia. Tak tahu apa yang terjadi di masa lampau. Namun di hari-hari tuanya bersama anak bungsu beserta menantu dan cucunya. Berjalan tidak menyenangkan.
Mulanya, Bu Trimah menderita sakit stroke. Berkat ketelatenan si bungsu dalam merawat. Bu Trimah berhasil sembuh. Hingga bisa berdiri dan berjalan sendiri lagi.
Harusnya itu menjadi kisah bahagia selanjutnya. Namun yang terjadi berbeda. Percekcokan terjadi seintensitas minum obat. Mengomel, berkelahi, sudah jadi makanan hari-hari. ‘Pondok’ si bungsu jadi tak harmonis. Suami dan anak si bungsu tak lagi menginginkan kehadiran Bu Trimah.
Berpindah ke rumah anak lelakinya. Kebiasaan Bu Trimah mencari masalah terulang kembali. Ujungnya pun sama, si anak lelaki atas desakan istrinya. Meminta ibunya berpindah ke saudara yang lain.
Anak Bu Trimah ada tiga. Dua sudah tak mau menampungnya. Karena membuat keretakan rumah tangga masing-masing. Barangkali Bu Trimah harus mawas diri. Ketika tinggal bersama anaknya yang lain. Tapi … sikap menyebalkannya tak bisa dibatasi.
Di ujung frustasi, di mana suami si anak mengancam dengan; Kamu boleh merawat ibumu. Tapi aku dan anak kita akan pergi.
Dia melihat sepotong informasi di Facebook. Bahwa sebuah yayasan bernama Griya Lansia Husnul Khatimah siap menampung para jompo. Merawat serta mengajak mereka mendekatkan diri pada Ilahi.
Ting tang tung. Proses penyerahan Bu Trimah ke Griya Lansia Husnul Khatimah berjalan lancar. Yayasan bahkan bersedia menguburkan Bu Trimah secara syariat jika kelak meninggal dunia.
Jika Anda mengira cerita selesai sampai di sini, Anda salah. Justru ini lah permulaan cerita baru Bu Trimah. Si pengampu panti jompo bernama Arief Camra, menunggah surat penyerahan Bu Trimah dari ketiga anaknya ke media sosial Facebook.
Lampiran foto dan takarir yang disertakan menjadikan unggahan itu viral. Sangat viral malah. Sampai tulisan ini dibuat pada 1 November siang. Unggahan tersebut telah dikomentari 8,4 ribu kali, disukai 14 ribu orang, dan disebar oleh 17 ribu akun.
Warganet, seperti biasa. Menjadi berkubu-kubu. Ada yang mengutuk ulah ketiga anak Bu Trimah. Ada pula yang berusaha berpikir jernih, untuk tidak menyalahkan siapa-siapa. Sebelum tahu duduk perkaranya. Siapa tahu, masalah itu terjadi karena masa lalu Bu Trimah yang kejam pada para buah hatinya. Begitu kata warganet.
Kejadian ini memang masih abu-abu pada 28 Oktober itu. Sampai akhirnya pada 31 Oktober, seorang anak Bu Trimah memberi klarifikasi. Ceritanya seperti yang Anda baca di atas.
Banyak lansia yang tinggal di Griya Lansia Husnul Khatimah. Namun hanya Bu Trimah yang jadi perhatian besar. Dampak media sosial.
Unggahan-unggahan Arief Camra jadi begitu dinantikan. Sampai akhirnya, pada 31 Oktober, crazy rich Malang Gilang Juragan 99. Datang ke graha, memberi sejumlah sumbangan. Di mana Bu Trimah mendapat sumbangan pribadi di luar pemberian ke yayasan. Momentum.
Satu jam berselang, Arief Camra kembali mengunggah video Bu Trimah. Di situ, dia berujar,”Anak-anakku, aku wis kerasan nang kene. Akeh kancane, belajar ngaji juga. Nek kowe kangen, sambangi aku nang kene”.
Jika diartikan menjadi: Anak-anakku, saya sudah betah di sini. Banyak teman saya, belajar mengaji juga. Kalau kalian kangen, datangi aku di sini, ya.
Terhadap segala perhatian dan pemberian yang melimpah padanya. Pada akhirnya, Bu Trimah bahagia di graha lansia. Anak-anaknya pun bisa lega saat ini. Mereka bisa meneruskan kehidupan. Namun begitu, Bu Trimah masih punya satu harapan lagi. Benda berharga, uang, dan perhatian dari yayasan yang dia dapatkan. Tidak semenarik peluang kembali pulang ke pangkuan para anaknya. Di luar sana.
*
Anda, seperti ratusan ribu pengguna media sosial lainnya. Berhak untuk terharu pada perjalanan Bu Trimah akhir-akhir ini. Tapi melewatkan kejadian ini tanpa mengambil hikmah. Tentu sangat disayangkan.
Begini, setiap orang yang mencapai usia senja. Akan menjadi menjengkelkan. Bukan satu dua kali kejadian serupa terjadi. Mungkin Anda pernah atau sedang mengalaminya. Periode menyebalkan orang berusia senja dapat dijelaskan secara medis.
dr. Karin Wiradarma di situs klikdokter bilang. Bahwa semakin tua, otak manusia akan menciut. Sehingga akan terjadi penurunan fungsi kognitif. Daya nalar, ingatan, dan kebijaksanaan, akan semakin berkurang.
Sederhananya, semakin tua, kita akan kembali seperti bocah. Hal itu tak bisa dicegah. Namun dapat diperlambat proses terjadinya.
Menghadapi hal demikian, tidak serta merta kita bisa memakai akal sehat. Justru, kita harus melakukan pendekatan berbeda. Dengan memahami bahwa ketuaan menyebabkan ketidakwajaran sikap. Kita bisa berdamai dengan diri sendiri.
Jangan ambil hati perkataan kasar orang berusia senja; orang tua kita. Biarkan saja mereka mengoceh sesuka hati. Kita cukup mendengar, mengabaikan hal negatif, dan kembali memperlakukannya layaknya orang spesial.
Kalau boleh curhat. Ya, tanpa diizinkan pun saya akan tetap curhat. Dalam beberapa tahun ke belakang, saya menghadapi kasus serupa. Bapak saya, dan ibu mertua. Keduanya telah menjadi ‘anak kecil’ lagi. Kadang baper, kesal, ingin menggerutu.
Namun keluarga besar kami bersepakat. Untuk tidak mengambil hati. Meninggikan sabar. Tetap merawat keduanya dengan hati. Yang kami rasakan, banyak hari terlalui dengan menjengkelkan. Tapi lebih besar kesenangan dan kebanggaan.
Perhatian dan uang, sama perlunya dalam menghadapi situasi ini. Mereka butuh sentuhan kasih sayang. Juga butuh operasional untuk kebutuhan obat, popok, dan makanan bernutrisi. Jangan terlalu sibuk di salah satunya.
Di situ perlunya kerja sama antar saudara. Ada yang menjaga, ada yang bekerja lebih keras demi memasok berbagai keperluan.
Dalam kasus saya, setengah hari-hari menyebalkan itu kini berkurang. Bapak telah berpulang 100 hari lalu. Tahu apa yang terasa? Saya merindukan ulah menyebalkan Bapak saya yang renta itu.
Perkataan tentang; sayangi kedua orang tua selagi ada. Benar-benar saya rasakan setelah kepergian almarhum. (mewek).
Itu hikmah pertamanya. Mari berdamai dengan keadaan. Terima orang tua yang menyebalkan itu sebagai rahmat lainnya.
Yang kedua apa? Ini tentang kita, atau Anda yang masih muda. Menemukan ketenangan jiwa, kedewasaan, kerendahan hati, kebijaksanaan, dan kebahagiaan sebelum tua sangat lah perlu. Cara mendapatkannya, adalah harus sehat. Jamani dan rohani.
Menjaga fisik dan kejiwaan (spiritual). Akan menjadikan fungsi otak kita bertahan lebih panjang. Kita pasti akan menjadi menyebalkan kelak. Tak bisa kita cegah. Tapi ingat selalu. Kita bisa menentukan level menyebalkan itu.
Akan menjadi menyebalkan yang menggemaskan. Atau menyebalkan yang bikin darah sanak keluarga mendidih. Kita yang menentukan. Yuk jaga kesehatan dan menjalankan ajaran agama secara seimbang. (Emot seyum malu-malu).
Selain itu, bersikap baik pada anak adalah investasi kita di usia senja. Semakin baik berlaku pada buah hati, potensi mendapat perlakuan baik dari anak akan semakin besar juga. Sederhananya, jangan dikit-dikit ngomel nah sama anak.
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin tantang Anda. Coba tanyakan pada 10 orang secara acak. Baik langsung atau lewat pesan. Apakah Anda termasuk orang yang menjengkelkan di usia saat ini. Kalau mayoritas menjawab iya, bisa jadi Anda akan menjelma sebagai orang berusia senja yang super menjengkelkan di masa mendatang.
Hal baiknya, introspeksi itu bisa membuat kita mengukur strategi. Untuk harus memperbaiki di sisi mana. Agar otak tak lekas menciut. Dan menjadi orang tua yang selalu membahagiakan.
Terus terang, sampai paragraf ini saya mulai khawatir. Karena di usia yang baru mau ke kepala 3. Saya sudah terlalu menyebalkan bagi banyak orang. Astagfirullah. *